Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts Today

Kedelai Berkualitas Lebih Berprotein

Written By Unknown on Minggu, 24 Juni 2012 | 15.25

Kedelai Berkualitas Lebih Berprotein Kedelai lokal lebih baik dibanding kedelai impor, kata Deputi bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Prof Dr Endang Sukara di Cibinong Sciense Center Bogor..

"Kedelai lokal lebih baik karena umumnya kedelai yang tersedia  adalah kedelai yang baru saja dipanen sehingga lebih segar, sementara kedelai impor biasanya sudah disimpan bertahun-tahun," katanya.

Dari segi bentuk dan ukuran, menurut dia, saat ini juga sudah banyak kedelai lokal yang berukuran sedang bahkan sama dengan ukuran biji kedelai impor sebesar 16-22 gram per 100 biji sesuai varietasnya.

Anggapan bahwa biji kedelai produksi Indonesia kecil-kecil dan tak disukai oleh industri tempe yang terbiasa dengan kedelai berbiji besar (impor) juga tidak benar, apa lagi ditambah alasan bahwa mutu dan gizi kedelai lokal tidak sesuai dengan industri tempe-tahu.

"Tempe dan tahu yang pada awalnya dikembangkan oleh masyarakat Jawa adalah dari kacang kedelai lokal yang berukuran kecil, tetapi dengan adanya kedelai impor yang ketersediaannya terjamin maka minat masyarakat bergeser ke kedelai impor, ditambah lagi harganya "dumping" dan terdapat keseragaman kualitas," katanya. 

Ia menambahkan, kedelai yang ukurannya kecil-kecil itu sebenarnya lebih banyak mengandung protein dan rasanya lebih gurih. Apalagi, kedelai lokal merupakan kedelai asli hayati dan bukan kedelai transgenik seperti kedelai impor. Kedelai yang ditanam di negara-negara maju 80 persen adalah organisme yang telah dimodifikasi secara genetik (GMO).

"Pertanian hasil rekayasa genetik dan pangan GMO sampai saat ini masih pro-kontra, karena manusia sulit meramal masa depan. Jadi dengan kedelai lokal tak ada yang perlu dikhawatirkan," katanya Kedelai Berkualitas Lebih Berprotein.
15.25 | 0 komentar | Read More

Kedelai Tanaman Bermanfaat Kesehatan

Kedelai Tanaman Bermanfaat Kesehatan Tidak sepenuhnya benar anggapan bahwa tanaman kedelai merupakan tanaman yang hanya cocok tumbuh dan berproduksi tinggi di negara-negara subtropis (berhawa dingin) dan kurang cocok jika ditanam di Indonesia.

"Risetnya sudah ada, jadi dengan teknologi yang tepat, kedelai yang ditanam di Indonesia mampu mencapai produksi lebih dari tiga ton per hektar bahkan dalam beberapa kasus percobaan produksi kedelai bisa melampaui 4,5 ton per hektare," kata Deputi bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Prof Dr Endang Sukara di Cibinong Sciense Center Bogor.

Produktivitas rata-rata kedelai nasional yang rendah hanya 1,2 ton per hektare dibanding AS yang mencapai 2,3 ton per hektare, ujarnya, karena petani dalam negeri kurang berminat menanamnya sebagai tanaman yang utama.

"Ini terkait tata niaga kedelai yang tak menguntungkan petani, impor lebih diutamakan, tak ada kebijakan nasional untuk berupaya mengembangkan swasembada kedelai," katanya.

Menurut dia, di masa lalu di negara-negara sub tropis sekali pun sulit menanam kedelai karena sangat rentan dengan hama dan penyakit, jadi kasus hama penyakit kedelai bukan saja masalah negara-negara tropis.

Kemudian negara-negara maju tersebut menerapkan rekayasa genetika terhadap kedelai sehingga resisten hama dan herbisida. Kedelai yang ditanam di negara maju 80 persen adalah organisme yang telah dimodifikasi secara genetik (GMO).

Soal GMO, menurut dia, Indonesia belum perlu melakukannya, karena dengan riset yang sudah ada saja sebenarnya sudah cukup untuk meningkatkan produktivitas kedelai nasional menjadi lebih dari dua kali lipat.

Permasalahannya adalah penerapan teknologi budidaya di lapangan yang masih rendah, lemahnya permodalan bagi petani untuk menanam kedelai berhubung tidak ada kredit yang bersedia menjaminnya.

"Sementara itu, harga kedelai impor selalu lebih rendah dari kedelai lokal petani, akibat berbagai fasilitas  seperti kredit impor, fasilitas GSM, Triple C, PL-480, LC mundur dan lain-lain dari negara produsen serta bea masuk kedelai yang sempat nol persen sehingga makin menyulitkan petani lokal dan membuat mereka beralih ke komoditas lain," katanya.

Ditambah lagi, persoalan kelangkaan benih saat musim tanam terkait harga benih kedelai yang ditetapkan pemerintah sangat rendah yakni 4.500 rupiah per kilo di produsen padahal untuk memproduksi benih sulit dan beresiko.
 
Untuk mencapai swasembada kedelai sebenarnya hanya diperlukan luas tanam satu juta hektar dengan produktivitas 2,5-3 ton per ha, sementara saat ini luas areal tanam kedelai 600 ribu ha dengan produktivitas 1,19 ton per ha Kedelai Tanaman Bermanfaat Kesehatan.
15.21 | 0 komentar | Read More

Makan Sehat Konsumsi Kedelai Meningkat

Makan Sehat Konsumsi Kedelai Meningkat Jika kebijakan pertanian tepat, Indonesia tidak akan kekurangan kedelai seperti saat ini. Bahkan, swasembada kedelai di tahun 2010 memungkinkan.

Apalagi, para peneliti di Indonesia sebenarnya sudah sejak lama mengembangkan bibit kedelai unggul yang tidak kalah dengan kedelai impor. Kualitas kedelai lokal bisa lebih baik dibandingkan dengan kedelai impor dengan metode pengelolaan benih yang lebih baik. Biaya tanam juga bisa ditekan dengan pola tanam organik yang tidak tergantung kepada pupuk kimia.

Misalnya, pengembangkan benih kedelai plus yang telah dikembangkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak tahun 1990-an. Kedelai plus ini sendiri adalah kedelai lokal yang dibekali dengan mikroba yang berpotensi melakukan proses penambatan nitrogen secara hayati (bakteri Rhizobium yang terdapat dalam tanah).

Hasil pengujian benih kedelai plus di tingkat lapangan menunjukkan bahwa bakteri Rhizobium berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kedelai dan produksi biji. Penelitian ini sudah ada sejak tahun 90-an, tetapi sosialisasi kepada masyarakat masih kurang.

“Dana penelitian ini memang berasal dari pemerintah akan tetapi pengaplikasiannya dan pengorperasiaannya ke masyarakat itu tidak ada. Sehingga banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang kedelai plus ini. Biasanya para petani yang sudah tau, membeli bibit kedelai plus yang sudah diinsersi, agar mudah untuk dipergunakan,” ujar Prof. Dr. Bambang Prasetya, Direktur Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, kemarin.

Permasalahan produksi kedelai nasional seperti hama dan penyakit kedelai yang cukup besar, biji kedelai lokal yang kecil-kecil, harga benih kedelai yang ditetapkan oleh pemerintah sangat rendah, harga kedelai impor yang transgenik selalu lebih rendah dibandingkan harga kedelai lokal yang lebih segar, dan tidak adanya lembaga kedelai nasinal merupakan permasalahan bersama yang harus disikapi secara baik oleh semua kalangan masyarakat.

Upaya membangun produksi kedelai nasional yang mandiri dan efektif, menurut Deputi Ilmu Pengetahuan LIPI, Prof. Dr. Endang Sukara, dimulai dengan meningkatkan produktivitas kedelai nasional, mengatasi penurunan kesuburan lahan dan lahan pertanian yang telah rusak, karena petani Indonesia banyak menggunakkan pupuk kimia dan pestisida sehingga mengurangi unsur hara dalam tanah, membangun Seed Center dan eksplorasi benih kedelai unggul nasional, serta menambah perluasan lahan tanam kedelai di lahan yang baru.

“Dengan strategi-strategi yang ada tadi, mudah-mudahan dapat mewujudkan kemandirian kedelai nasional yang dapat menjadi suatu strategi yang cukup baik dalam mencapai swasembada kedelai tahun 2010 nanti.” ungkap Prof. Dr. Endang Sukara Makan Sehat Konsumsi Kedelai Meningkat.
15.19 | 0 komentar | Read More

Meningkatnya Harga Kedelai Membebankan

Meningkatnya Harga Kedelai Membebankan Gara-gara didera krisis harga kedelai yang terus membubung, seorang pedagang gorengan memilih mengakhiri hidupnya dengan jalan bunuh diri.

Harga mendera, nyawa bayarannya, demikian kredo yang, boleh jadi, dianut Slamet (45), pedagang gorengan yang bunuh diri itu.

Ia sehari-hari bekerja sebagai pedagang gorengan di Pasar Badak, tepatnya di tepi Jalan Raya A Yani, di Kampung Cidemang, Kelurahan Pandeglang, Kabupaten Pandeglang, Banten.

Sebagai seorang "persona", Slamet bunuh diri karena kebijakan soal kedelai yang dianggap absurd. Sedemikian absurd, sampai-sampai ia mengakhiri hidup.

Absurd, enam huruf yang melatarbelakangi dan mendorong pedagang gorengan untuk memberontak ("revolt").

Sebaliknya, seorang ibu pembuat tahu di Gunung Sulah, Bandar Lampung tampak terus menggoreng tahu sayur. Dengan mengenakan pakaian yang biasa digunakan sehari-hari, daster dan rambut yang diikat ke belakang, ia memegang alat penggorengan sambil terus membalik puluhan tahu dalam wajan yang berisi minyak goreng panas. Demikian foto yang dimuat oleh sebuah sebuah harian nasional pada Rabu (16/1).

Ibu itu tampil mewakili puluhan perajin tahu di sentra tahu Gunung Sulah atau Kampung Sawah Brebes, Bandar Lampung, yang kini dilanda kekhawatiran bahwa tahu yang mereka hasilkan tidak laku.

Tapi, mereka jelas terus melafalkan kata-kata bermakna; memberontak untuk mempertahankan hidup, dengan cinta.

Dia melakukan hal-hal yang terbilang "kecil" di mata warga perkotaan, untuk menyebut pekerjaan menggoreng tahu, namun jelas terekam dalam kamera. Meski begitu, dia melakukan pekerjaan dengan penuh cinta.

Ketika seorang ekonom  di Jakarta berkata bahwa kebijakan pemerintah menurunkan tarif impor kedelai menjadi 0 persen merupakan kebijakan absurd karena tidak mempunyai efek apa pun terhadap harga dan kelangkaan kedelai saat ini, justru seorang pekerja di industri kecil tempe Arema, Jalan Jakarta, Bandung, terus mengaduk kedelai yang dicampur ragi untuk terus memproduksi tempe.

Bagi pekerja di industri tempe itu, meski absurd, dia terus berusaha, dan dia ada karena Pencipta adalah oase cinta yang tidak terkira bagi mereka yang dahaga di tengah ziarah kehidupan yang melelahkan.

"Kasus ini menunjukkan adanya kebijakan kosong dalam hal ketahanan pangan, khususnya untuk kedelai yang menjadi bahan baku tempe sebagai makanan rakyat yang sudah mendarah daging," ujar Didik J Rachbini, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (PAN).

Menurut Didik, sistem produksi kedelai hancur karena kebijakan pemerintah terhadap sistem komoditas ini adalah kebijakan pembiaran, yang tidak memberi stimulasi terhadap petani untuk mendapat insentif keuntungan dalam berproduksi.

Singkatnya, kebijakan itu bernuansa pepesan kosong, atau kebijakan yang jauh dari aras cinta.

Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada wartawan setelah memimpin rapat terbatas dengan menteri dan jajaran eselon I Departemen Pertanian, Jumat (18/1) mengungkapkan, perlunya perajin tempe-tahu beradaptasi menghadapi kenaikan harga kedelai di pasar dunia.
 
Bagaimanapun, ujar Presiden, kenaikan harga kedelai sampai 100 persen dapat menimbulkan guncangan pada industri berbasis kedelai di Tanah Air.

Dalam mengatasi kenaikan harga kedelai di pasar dunia dalam jangka pendek pemerintah telah menempuh berbagai kebijakan. Di antaranya menurunkan bea masuk impor dari 10 persen menjadi 0 persen.

Namun, ditengah upaya pemerintah untuk mencintai rakyatnya di tengah lilitan krisis kedelai, para pedagang tempe di Pasar Kosambi, Bandung, terpaksa membuang sebagian dagangannya yang tidak laku. Mereka menempuh langkah "revolt".

Alasannya, sejak kenaikan harga kedelai, produsen justru mengurangi ukuran tempe meski tetap menjual dengan harga yang sama. Kondisi ini membuat dagangan tidak dilirik pembeli.

Semenjak kenaikan harga kedelai, menurut pedagang bernama Ade, penjualan menurun. Jika tidak terjual dalam waktu empat sampai dengan lima hari, maka barang dagangan itu terpaksa dibuang. "Percuma jika terus dipajang karena konsumen memilih tempe yang baru," katanya.

Aura cinta untuk lebih memilih hidup ketimbang mengakhiri hidup juga dimiliki oleh pedagang lainnya. Budi, penjual tempe dan tahu di Pasar Cihaurgeulis, Bandung, menyebutkan, meski tempe dan tahu sulit dijual, ia tetap bertahan. Jumlah pembeli pun terus berkurang.

Mengapa para pedagang tahu dan tempe itu justru melakukan hal-hal yang relatif kecil dengan cinta besar besar ketika menghadapi krisis kedelai?

Seorang tokoh spiritual yang dikenal sebagai guru perdamaian dan persaudaraan, Bunda Teresa dari Kalkuta pernah mengatakan, "Kita tidak bisa melakukan hal besar di Bumi ini. Kita hanya bisa melakukan hal kecil dengan cinta yang besar."

Suatu ketika seorang wartawan bertanya, "Apa yang bisa dilakukan seseorang untuk menjadi lebih bahagia?" Bunda Teresa menjawab, "Lakukan sesuatu yang menyenangkan untuk orang lain."

"Kamu akan melihat bahwa kalau kamu bersikap menyenangkan, maka dunia akan terlihat baik. Kalau kamu bersikap baik dan penuh perhatian, dunia akan mengembalikan kebaikan itu kepadamu," katanya.

Akan tetapi mengapa manusia kerapkali memilih absurditas - misalnya dengan jalan pintas bunuh diri - ketimbang mencintai hidup ini?

Filsuf Prancis Albert Camus dalam karyanya "The Myth of Sisyphus" mengajukan pertanyaan, apakah hidup yang dijalani manusia memang berharga untuk dihayati, bernilai untuk dirayakan?

Rutinitas atau kebiasaan hidup keseharian, dari bangun pagi, bekerja, makan, nonton teve, tidur, dan begitu seterusnya menyeret manusia kepada pertanyaan, untuk apa kehidupan yang serba rutin ini?

"Manusia telah kehilangan ingatan akan rumah yang telah hilang atau ketiadaan akan harapan kepada tanah air keabadian. Apa yang kita rindukan justru apa yang harus kita tolak," kata Camus.

Ketika menapaki 2008, publik ramai-ramai memproklamirkan resolusi hidup yang lebih optimistis ketimbang 2007. Absurditas terus mengintip dalam berbagai bencana alam dan penyakit, Camus pun menolak untuk berakrobat kemudian melakukan salto ke dalam agama.

"Manusia akan menjadikan agama semata-mata sebagai pembelaan diri (alibi) untuk melarikan diri dari kepahitan dan kegetiran hidup. Sekarang tinggal bagaimana manusia bersikap," kata Camus.

Menurut dia, konsekuensi dari penghayatan akan absurditas justru berontak (revolt). "Revolt artinya berkonfrontasi terus-menerus antara manusia dan kegelapannya. Dalam pemberontakan tidak ada pengharapan. Pemberontakan tidak memecahkan masalah mengenai hidup yang tanpa arti ini. Pemberontakan hanya membawa manusia kepada permenungan (kontemplasi) mengenai absurditas yang justru memberi kebebasan dan kebahagiaan."

Bebas dan bahagia untuk siapa? Bebas dan bahagia untuk diri sendiri, karena cinta mempromosikan diri kepada "aku" (promotion du toi), kata filsuf Prancis Maurice Nedoncelle.

"Mencintai berarti menghendaki penyempurnaan atas orang yang dicintai. Cinta itu memberi untuk menyempurnakan orang yang dicintainya. Cinta bahkan tidak akan membatasi diri kepada waktu-waktu tertentu. Cinta memiliki sikap mantap, tahan lama, dan merawat kesetiaan sepanjang waktu," katanya Meningkatnya Harga Kedelai Membebankan
15.17 | 0 komentar | Read More

Manfaat Dan Kasiat Gizi Kedelai

Manfaat Dan Kasiat Gizi Kedelai Meski berbahan dasar sama, produk olahan dari kedelai memiliki kandungan gizi berbeda-beda. Dosen pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Sugiyono, mengatakan, untuk menentukan nilai gizi suatu makanan sebaiknya diukur dengan kadar kandungan tertentu, misalnya kadar protein, kadar lemak, kadar vitamin tertentu, kadar serat, dan lain-lain.

Nilai gizi suatu makanan sebaiknya juga dikaitkan dengan tujuan mengonsumsi makanan itu. Bagi orang yang sedang diet, makanan yang rendah kadar lemak dianggap lebih baik dibandingkan dengan makanan yang tinggi kadar lemaknya. Sebaliknya, bagi yang kekurangan energi lebih baik mengonsumsi makanan yang tinggi kadar lemaknya.

Produk-produk yang dibuat dari kedelai, menurut Sugiyono, umumnya memiliki kadar protein relatif tinggi. Tahu pada dasarnya terdiri dari protein dan air sehingga tinggi kadar proteinnya. Sementara, tempe tidak hanya mengandung protein tinggi, tetapi juga mengandung lemak, vitamin, mineral, dan memiliki daya cerna yang baik.

Kecap dan susu kedelai mengandung protein dan lemak yang tidak terlalu tinggi (kadar protein dan kadar lemak kurang dari 5 persen). Tauco mengandung protein dan lemak dari kedelai. Kembang tahu mengandung protein dan lemak yang relatif tinggi.

Secara keseluruhan, menurut Sugiyono, di antara produk-produk di atas, tempe memiliki kadar protein, kadar lemak, kadar mineral, kadar vitamin, kadar serat, dan daya cerna yang tinggi. Kadar zat antigizi pada tempe juga rendah. Semakin rendah zat anti gizi, maka semakin bagus kandungan gizi pada suatu makanan.

Penyimpanan

Produk kedelai memiliki daya tahan berbeda demikian pula cara penyimpanannya. Tahu sebaiknya disimpan di lemari es dan dapat tahan selama beberapa hari. Pada suhu ruang, tahu hanya dapat tahan setengah hari atau satu hari.

”Jika tahu dapat tahan lebih dari satu hari pada suhu ruang, besar kemungkinan tahu tersebut sudah diberi pengawet,” ungkap Sugiyono. Susu kedelai juga tidak tahan lama. Untuk itu sebaiknya susu kedelai segera disimpan di dalam lemari es setelah dibeli atau dibuat, kecuali produk susu kedelai yang sudah disterilkan dalam kemasan.

Adapun tempe, oncom, dan tempe gembus dapat tahan selama satu atau dua hari pada suhu ruang. Tempe sebaiknya disimpan dalam lemari es sehingga dapat tahan selama beberapa hari.

Kecap dan tauco dapat tahan lama pada suhu ruang. Jika tauco sudah dibuka kemasannya sebaiknya disimpan dalam lemari es. Kembang tahu, makanan bayi, makanan ringan, dan daging tiruan juga dapat disimpan pada suhu ruang karena kering dan awet. Demikian juga dengan minyak kedelai Manfaat Dan Kasiat Gizi Kedelai.
14.35 | 0 komentar | Read More
techieblogger.com Techie Blogger